Pendirian Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur’an (STIQ) Amuntai adalah satu karya monomental hasil Musabaqah Tilawatil Qur’an XXI Tingkat Provinsi Kalimantan Selatan di Amuntai Tahun 2000. meriahnya acara MTQ ini mendapat sambutan yang hangat dari warga kota Amuntai yang saat itu telah lama menanti kehadiran musabaqah tersebut setelah lama diadakan sejak tahun 1976. kota Amuntai berbenah diri menyambut pagelaran Akbar ini, ditandai dengan banyaknya lampu-lampu hias mewarnai sudut-sudut kota dengan pernak-pernik yang bernuansa semarak MTQ.
Di tengah meriahnya acara ini, muncullah
inspirasi dan ide untuk melanggengkan dan mengembangkan kegiatan-kegiatan MTQ
tersebut seperti tahfiz dan tilawah dan menjadikan syiar Alquran sebagai icon
kota Amuntai, dan berangkat dari gagasan itulah muncul ide untuk mendirikan
sebuah lembaga khusus yang berdedikasi untuk mengembangkan dan
mensosialisasikan ilmu-ilmu Alquran yang kemudian disebut “Sekolah Tinggi Ilmu
Alquran”.
Ide pendirian datang dari Drs.H.Suchailin
Muchtar ; Bupati Hulu Sungai Utara saat itu dan Lembaga Pengembangan Tilawatil
Qur’an (LPTQ) Hulu Sungai Utara, dengan mendapat respon positif serta dukungan
penuh oleh Ketua DPRD Hulu Sungai Utara dan Lembaga Pengembangan Tilawatil
Qur’an (LPTQ) Kalimantan Selatan.
Untuk mewujudkan gagasan tersebut, Pemkab
H.S.U. kemudian mengadakan beberapa seminar dan audiensi yang melibatkan
pakar-pakar pendidikan, tokoh agama dan masyarakat untuk menyerap ide dan
pemikiran tentang format pendidikan yang akan diaplikasikan dan direalisasikan,
usaha memformulasi sistem pendidikan kemudian terus diupayakan dengan
melaksanakan survey dan studi banding ke Perguruan Tinggi Ilmu Alquran (PTIQ)
Jakarta. Hasil survey tersebut memunculkan banyak ide dan pemikiran tentang
konsep pendidikan perguruan tinggi tentang pendidikan Alquran termasuk sistem
pengelolaan, peluang dan tantangan.
Selanjutnya oleh Pemerintah Daerah Hulu Sungai
Utara, dibangunlah Kampus Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur’an (STIQ) Amuntai, yang
berlokasi di Desa Pakapuran Kecamatan Amuntai Utara yang sekomplek dengan
Ponpes Rakha Amuntai, berjarak satu setengah km dari ibu kota Kabupaten
Kabupaten Hulu Sungai Utara berada pada 20 derajat dari lintang utara dan 90
derajat dari bujur timur. Pemancangan tiang pertama dilaksanakan pada tanggal 3
Oktober 2000 oleh Gubernur Kalimantan Selatan
Pada tanggal 2 Oktober 2000 dibukalah Sekolah
Tinggi Ilmu Al-Qur’an (STIQ) Amuntai secara resmi oleh Bupati Hulu Sungai Utara
dan disaksikan oleh Gubernur Kalimantan Selatan, Ketua DPRD Hulu Sungai Utara
dan Pimpinan Yayasan Pondok Pesantren Rakha Amuntai, dengan kuliah perdana
disampaikan oleh Prof.Dr.Said Agil As-Segaf Al-Munawar,MA ; Guru besar dari
perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an (PTIQ) Jakarta. Kuliah perdana ini bukan hanya
dihadiri oleh mahasiswa baru Sekolah Tinggi Ilmu Alquran tetapi juga dihadiri oleh
seluruh jajaran pemda H.S.U.
Walaupun pada awalnya jumlah mahasiswa masih
sangat hanya berjumlah 48 orang tetapi pada tahun berikutnya setelah Sekolah
Tinggi Ilmu Alquran mulai tersosialisasi jumlah mahasiswa berlipat ganda
walaupun hanya dengan local seadanya dengan mengambil tempat di Gedung Utama
pondok Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah dan pada tahun 2002 gedung STIQ yang
megah dan berlantai 2 telah selesai dibangun oleh pemda dan merupakan aset
daerahyang sangat berharga. Kemudian pada awal tahun 2003 Gedung STIQ
diresmikan penggunaannya oleh wakil Gubernur Kalimantan Selatan Husin Kasah
disaksikan oleh Bupati Hulu Sungai Utara dan Ketua DPRD Hulu Sungai Utara,
Yayasan Bina Pendidikan Alquran (YBPA) STIQ Amuntai.
Adapun program studi yang dipilih sebagai
program studi yang mendukung pengembangan ilmu Alquran adalah “Pendidikan
Bahasa Arab” (PBA) beberapa pertimbangan lain yang mendasari pemilihan program
studi ini dikembangkan di STIQ Amuntai adalah karena dari sekian banyak guru
madrasah yang mengajar bahasa Arab baik pada tingkat Aliyah, Tsanawiyah dan
sekolah-sekolah umum yang mengajarkan materi bahasa Arab hanya sedikit dari
jumlah mereka yang memiliki kualifikasi pendidikan bahasa Arab, dengan kata
lain banyak guru-guru pengajar bahasa Arab tersebut tidak memiliki latar
belakang pendidikan bahasa Arab.sehingga keberadaan STIQ Amuntai dengan prodi
bahasa Arab sangat diperlukan terlebih setelah diterbitkannya undang-undang
guru dan dosen tahun 2005 tentang kualifikasi pendidikan guru pengajar. Selain
dari itu alasan dikembangkannya prodi bahasa Arab di STIQ Amuntai juga adalah
karena STIQ Amuntai terletak di lingkungan pendidikan yang sangat strategis
yaitu pondok pesantren Rasyidiyah Khalidiyah yang sangat intensif mengajarkan
materi pembelajaan dasar bahasa Arab kepada santri-santrinya sehingga STIQ
Amuntai merupakan institusi yang akan menjembatani bakat dan minat para santri
untuk mendalami materi-materi pemdidikan bahasa Arab.
Dan rencana pembukaan program Strata Satu (S1)
Pendidikan Bahasa Arab ini akhirnya mendapat persetujuan dari direktorat
Jendral Kelembagaan Islam dengan dikeluarkannya izin penyelenggaraan pendidikan
setelah mendapat rekomendasi pembukaan program studi dari Kopertais wilayah XI
Kalimantan.
Untuk mendukung mengoptimalkan kompetensi
pembelajaran bahasa Arab, STIQ Amuntai merekrut beberapa alumni timur tengah
yang telah lama dan banyak memiliki pengalaman dalam belajar bahasa Arab
diantara mereka ada yang berasal dari King Abdul Aziz University, al-Azhar
University, Medina Islamic University, Qairawan Islamic University, diantara
mereka ada yang telah mencapai gelar S2 dan ada juga yang berpendidikan S1
disamping itu STIQ Amuntai juga merekrut lulusan – lulusan IAIN yang potensial
yang dianggap mampu membantu mengembangkan program pendidikan bahasa Arab.
Dan setelah berhasil mengembangkan pendidikan
bahasa Arab yang salah satu indikatornya adalah banyaknya jumlah mahasiswa
baru. STIQ Amuntai kemudian membuka program Diploma Dua (D2) untuk lulusan yang
akan mengajar di madrasah-madrasah Ibtidaiyah..Dan lebih dari itu STIQ Amuntai
juga pernah berinisiatif untuk membuka program D3 bahasa Arab tetapi setelah
diadakan Pertimbangn yang mendalam program tersebut akhirnya ditiadakan. Dan
sebelum dihapus secara resmi keberlangsungannya oleh pemerintah yaitu pada tahun
2006, program D2 STIQ Amuntai telah melahirkan 139 sarjana dengan status civil
efek A.Ma. (Ahli Muda).
Setelah pemerintah menghapus program Diploma
Dua (D2) STIQ Amuntai hanya memiliki program Pendidikan Bahasa Arab (PBA), dan
dengan direalisasikan undang-undang guru dan dosen tahun 2005 yang menuntut
semua tenaga pendidikan harus berpendidikan minimal S1 banyak lulusan D2 yang
kemudian mengikuti program transfer ke S1 dengan sistem mengkonversi
nilai-nilai yang ada dan mengikuti kuliah untuk mata kuliah yang belum terambil
dan sampai tahun akademik 2007-2008 program S1 Pendidikan Bahasa Arab telah
melahirkan 79 dengan status cicil efek S.Pd.I (Sarjana Pendidikan Islam).
Pengelolaan pendidikan di STIQ Amuntai
disesuaikan dengan visi, misi dan tujuan-tujuan pendidikan yaitu melahirkan
sarjana pendidikan bahasa Arab yang berkompetensi tinggi, kreatif, inovatif,
memiliki wawasan ilmu-ilmu Alquran,dan berakhlaq mulia, selain dari itu
disamping membangun iklim ilmiah dan suasana akademik yang kondusif, STIQ
Amuntai juga mengelola dan menyalurkan minat dan bakat mahasiswa untuk
mengembangkan potensi seni qurani seperti seni kaligrafi Islam, Nagham ( seni
tilawah), qiraat sab’ah yang kini telah menjadi cabang lomba MTQ, tahfiz
alquran yang sampai tahun akademik 2007-2008 jumlah mahasiswanya yang telah
hapal Alquran 30 juz berjumlah 67 mahasiswa. Dan untuk mewadahi
kegiatan-kegiatan tersebut dibentuklah beberapa kelompok organisasi mahasiswa
seperti Sanggar Kaligrafi “Darul Khattat” untuk kelompok seni Kaligrafi Islam,
“Fompseba” (Forum Mahasiswa untuk Pengembangan Seni dan Bakat), PSIA (Pusat
Studi Ilmu dan Amal) untuk kelompok diskusi dosen-dosen STIQ dan beberapa
halaqah ilmiah untuk forum diskusi mahasiswa.
Keberadaan STIQ Amuntai ini mendapat dukungan
penuh dari Pemerintah Daerah Hulu Sungai Utara, karena merupakan aset daerah
yang terbesar bagi kepentingan pembangunan dan kehidupan umat. Kontribusi STIQ
untuk kota Amuntai bisa dijabarkan dari program-program pembinaan dan
pengembangan pendidikan dalam konteks upaya untuk menjadikan mahasiswa sebagai
generasi yang memiliki kompetensi pada bidangnya, berdaya guna, dan berakhlaq
qurani.
Seorang pengurus Yayasan Bina Pendidikan Al
Qur’an yang mengelola Sekolah Tinggi Ilmu Qur’an (STIQ) Amuntai, ibukota
kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan, H. Akhmad Makkie
mengatakan, mahasiswa lulus perguruan tinggi tersebut akan memiliki tujuh
kekuatan.
“Tujuh kekuatan dimaksud antara lain memiliki
kemantapan aqidah dan kedalaman spritual, hafal dan kemantapan pemahaman isi
kandungan al qur’an, serta memiliki intelektual di bidang al qur’an,” tandasnya
kepada pers saat berada di Banjarmasin kemarin.
Kekuatan lainnya seorang lulusan STIQ Amuntai
(185 kilometer utara Banjarmasin) itu akan memiliki keagungan dan keluhuran
akhlak, profesional, keluasan ilmu, serta kekokohan ukhuwah Islamiyah dan
wathaniah.
Dengan tujuh kekuatan tersebut diharapkan
lulusan STIQ Amuntai memiliki ciri mandiri, mampu berkompetisi dengan lulusan
pergruan tinggi lain, serta mampu memimpin, disamping bertanggungjawab
mengembangkan al qur’an di tengah masyarakat.
Lulusan STIQ juga akan bertanggungjawab
mengembangkan agama Islam, berjiwa besar, menjadi suri tauladan di tengah
masyarakat, tambah mantan Bupati Tapin, Kalsel dua periode itu yang juga
seorang qari terkenal tahun 1960-an di propinsi tersebut.
Mengenai program studi yang diselenggarakan
STIQ Amuntai sampai tahun akademik 2002/2003, dia menyebutkan, hal tersebut
baru pada strata satu (S1) tarbiyah jurusan Bahasa Arab dengan ciri khas al
Qur’an serta jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Islam/Madrasah Ibtidaiyah
(PGSDI-MI) dengan ciri khas al Qur’an.
Pengajar pada STIQ tersebut kini 51 orang
dengan rincian berpendidikan S3 lima, S2 tujuh, S1 sebanyak 31, serta serta
sarjana muda dan sejenisnya empat orang. Mahasiswanya sekarang 156 terdiri dari
S1 Bahasa Arab laki-laki 53, perempuan 38, diploma dua (D2) PGSDI-MI laki-laki
27 dan perempuan 38 orang.
Kegiatan akademi dan perkuliahan dengan cara
pengembangan bahasa asing, setiap pagi selama tiga hari perminggu, begitu pula
pengembangan hifzul Qur’a tilawat. Sedangkan perkuliahan biasa selama enam hari
perminggu, dengan rincian tiga hari diadakan pagi dan tiga hari lagi waktu
sore.
Berdasarkan catatan pendirian STIQ Amuntai
adalah satu karya monomental hasil Musabaqah Tilawatil Qur’an XXI tingkat
Propsi Kalimantan Selatan di “bumi Agung” tersebut tahun 2000, yang idenya dari
Drs.H. Suchalin Muhtar, bupati HSU saat itu, dan Lembaga Pengembangan Tilawatil
Qur’an (LPTQ) setempat.
Kemudian ide tersebut mendapat respon positif
serta dukungan penuh Ketua DPRD HSU serta LPTQ Kalsel. Untuk mewujudkan gagasan
itu, 2 Oktober 2000 di bukalah STIQ Amuntai secara resmi oleh Bupati HSU
disaksikan Gubernur Kalsel, H.M. Sjachriel Darham. Peresmian satu-satunya STIQ
di Kalsel itu juga disaksikan Ketua DPRD HSU dan Pimpinan Yayasan Pondok
Pesantren (Ponpes) Rasyidiah Khalidiyah (Rakha) Amuntai, dengan kuliah perdana
diisi Prof.Dr.Said Agil Asegaf al Munawar, MA, Maha Guru Perguruan Tinggi Ilmu
al Qur’an (PTIQ) Jakarta.
Guna pengembangan dan kegiatan lainnya, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) HSU membangunkan Kampus STIQ yang berlokasi di komplek Ponpes Rakha Amuntai. Keberadaan STIQ Amuntai tersebut kini mendapat dukungan penuh dari Pemkab HSU karena merupakan aset daerah yang terbesar bagi kepentingan pembangunan dan kehidupan umat.